Pemanfaatan Jagung Sebagai Sumber Gizi Dalam Produk Olahan Makanan di Indonesia
Pemanfaatan Jagung Sebagai Sumber Gizi Dalam Produk Olahan Makanan di Indonesia - Camilan Nusantara
Makanan adalah kebutuhan pokok seluruh manusia di muka bumi, yang menurut teori Maslow menduduki peringkat pertama dari sederet kebutuhan lain. Tiap orang butuh sejumlah makanan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Oleh para ekonom, makanan dijadikan indikator tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Makanan merupakan bagian dari budaya manusia yang sangat penting. Dalam beberapa dekade terakhir, makanan pokok di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak, difokuskan pada komoditas beras. Hasil dari kebijakan ini adalah meningkatnya kebutuhan beras nasional. Meningkatnya jumlah penduduk dan konsumsi beras per kapita, disertai bergesernya pola makan masyarakat dari non-beras ke beras berpengaruh luas terhadap peningkatan kebutuhan beras nasional. Berdasarkan hasil sensus pertanian di tahun 2013 yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS), impor pangan terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2003, impor pangan senilai USD 3,34 milyar, pada tahun 2013 nilainya telah mencapai USD 14,9 milyar, atau naik lebih dari 400% dalam kurun waktu 10 tahun. Pada tahun 2013, Indonesia menjadi pengimpor beras dari Vietnam dengan jumlah beras sebanyak 171.286 ton atau senilai USD 97,3 juta. Impor beras ini memberikan 36,3% dari total impor beras Indonesia pada tahun 2013. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia darurat produk makanan utama yaitu beras. Dalam halini meningkatnya kesadaran masyarakat dalam memilih pola konsumsi makanan yang bermutu dengan gizi yang seimbang merupakan momentum yang tepat bagi pengembangan diversifikasi pangan. Makanan yang beragam menjadi penting mengingat tidak ada satu jenis pangan yang dapat menyediakan gizi yang lengkap bagi seseorang. Konsumsi makanan yang beragam akan dapat melengkapi kekurangan zat gizi dari satu jenis makanan dengan makanan yang lain.
Saat ini selain kebiasaan tidak sarapan pagi, remaja di Indonesia lebih menyukai mengkonsumsi makanan atau jajanan cepat saji. Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1999, menunjukkan bahwa persentase pengeluaran rata-rata per kapita penduduk perkotaan untuk produk jajanan (termasuk makanan cepat saji) meningkat dari 9,13% pada tahun 1996 menjadi 11,37% pada tahun 1999. Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Yogyakarta pengeluaran untuk produk makanan cepat saji jadi lebih besar yaitu seperempat dari total pengeluaran makanan.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa menu makanan yang baik harus dapat menjaga kesehatan tubuh. Hal ini bisa dilihat pada beberapa populasi dunia yang mempunyai pola makan berbeda, yang menunjukkan kecenderungan usia harapan hidup dan status lansia yang berbeda pula. Bangsa Jepang dengan diet menu tradisional yang kaya serat dan konsumsi teh hijaunya yang tinggi mempunyai populasi penduduk usia lanjut yang cukup besar. Sementara orang Eskimo dengan konsumsi lebih banyak protein dan lemak hewani umumnya berusia lebih pendek. Nampaknya bahan makanan tidak hanya bermanfaat sebagai sumber zat kimiawi bergizi, tetapi kandungan zat kimiawi non-gizi pun berperan penting menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh manusia. Peran komponen-komponen bioaktif ini bagi kesehatan tubuh manusia mendapat banyak sorotan dari ahli pangan dunia, terutama sejak para pakar Jepang meluncurkan konsep yang aslinya dikenal sebagai FOSHU (Food for Specified Health Use) dan saat ini dikenal dengan sebutan pangan fungsional.
Pangan fungsional adalah bahan pangan yang mengandung komponen bioaktif yang dapat memberikan efek fisiologis multifungsi bagi tubuh, antara lain memperkuat daya tahan tubuh, mengatur ritme kondisi fisik tubuh, memperlambat penuaan, dan dapat membantu mencegah penyakit. Komponen bioaktif tersebut adalah senyawa yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu di luar zat gizi dasar. Serat termasuk zat nongizi yang ampuh memerangi kanker serta menjaga kolesterol dan gula darah agar tetap normal. Substitusi serat banyak digunakan dalam produk sereal yang menjadi menu favorit di Barat. Selain oligosakarida, serealia sering ditambah dengan bahan-bahan kaya serat lainnya. Nah.. Produk Jagung termasuk tanaman serealia yang mengandung banyak serat pangan yang populer diteliti potensi kandungan unsur pangan fungsionalnya.
Jagung adalah produk hasil pertanian yang memiliki rasa manis dan kaya akan gizi. Jagung memiliki jenis yang berbeda beda, salah satunya adalah jagung manis. Jagung manis dengan berat 100 gram mengandung energi sebesar 90 kkal dengan jumlah 360 kj. Terdapat kandungan karbohidrat sejumlah 19 gram, lemak sebesar 1,2 gram, protein sebesar 3,2 gram, vitamin A 10 gram sebesar 1%, asam folat (vitamin B9) 46 gram sebesar 12%, vitamin C 7 mg sebesar 12%, zat besi 0,5 mg sebesar 4%, magnesium 37 mg sebesar 10%, dan kalium 270 mg sebesar 6%.
Produksi jagung di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan yang signifikan. Data yang diambil dari tahun 2010 hingga 2014 tercatat bahwa hasil produksi jagung di Indonesia masuk pada peringkat ke empat setelah padi, padi sawah, dan ubi kayu (singkong). Pada tahun 2010, Jumlah produksi basah pada jagung mencapai 18.327.636 ribu ton. Untuk tahun 2011, Jumlah produksi basah pada jagung mengalami penurunan mencapai 17.643.250 ribu ton. Untuk tahun 2012, produksi basah pada jagung mengalami kenaikan sejumlah 19.387.022 ribu ton. Untuk tahun 2013, produksi basah pada jagung mengalami penurunan jumlah panen hingga 18.511.853 ribu ton. Untuk tahun 2014, produksi basah pada jagung mengalami kenaikan hasil panen mencapai 19.008.426 ribu ton. Untuk tahun 2015, produksi basah pada jagung mengalami kenaikan hasil panen mencapai 19.611.704 ton (Kementerian Pertanian, 2014). Produksi padi antara tahun 2010-2014 meningkat rata-rata sebesar 1,63 % per tahun. Demikian pula produksi jagung meningkat walaupun dengan tingkat yang lebih rendah yaitu sekitar 1,11 % per tahun. Ini membuktikan bahwa jagung masih termasuk sepi peminat.
Jagung pada umumnya dapat diolah menjadi beragam produk pangan. Pemanfaatan jagung dalam bentuk tepung lebih prospektif, karena dapat digunakan untuk berbagai produk olahan yang tidak dapat dibuat dari terigu. Tepung jagung varietas lokal yang beramilosa sedang (20-25%) sesuai untuk produk olahan makanan ringan seperti twistcorn, stik jagung, kripik jagung, krupuk jagung, kue jagung, dan aneka produk modifikasi olahan makanan lainnya yang sangat digemari oleh anak-anak dan remaja. Sudah saatnya masyarakat Indonesia memilih produk olahan jagung sebagai makanan alternatif mengingat begitu banyaknya manfaat dan sumber gizi serta serat yang berguna bagi kesehatan tubuh. Dan dengan semakin meningkatnya jumlah para pelaku usaha baik UMKM maupun industri makanan ringan akan berdampak positif terhadap perkembangan produk-produk olahan jagung di Indonesia.
Baca juga :
Komentar
Posting Komentar